Malam hari sesudah isya, malam yang panjang, disinari rembulan yang menawan. Aku mulai berangkat menuju ke warung Mbok Ay. Tepatnya di dekat sungai Kelutan.
Sebenarya ini adalah hal yang baru bagiku, ngopi dengan teman-teman adalah kali pertama aku melakukannya. Aku diajak Puguh kesana melalui pesan Whatsapp, ia adalah salah satu temanku yang sedang bekerja disana. Akhirnya aku mengajak Ting-tong untuk pergi bersama, Ting-tong pun tak masalah dengan ini. Ia menyetujui ajakan ini.
Jam 7 aku mulai berangkat. Aku mengendarai motor vario keluaran 2013 ini dengan kecepatan konstan, kira-kira 40 km/jam. Dijalan yang hingar bingai kendaraan saling salip menyalip, memberi bel karena aku terlalu pelan dan banyak drama disana.
Sebenarnya aku sedikit grogi mengendarai kendaraan di jalan raya, apalagi jalan utama ini yang kebetulan sangatlah padat, tapi tekadku untuk ngopi tak kunjung padam. Aku ingin merasakan pengalaman ngopi seperti orang-orang meskipun hanya sekali. Pada akhirnya tepat jam setengah delapan malam aku sampai, disana juga sudah ada Ting-tong, kagetnya adiknya pun juga datang. Menambah keramaian disana.
Aku menyalami mereka dengan hangat. Kemudian duduk untuk di depan warung tersebut.
Warung ini bernama Angkringan Mbok Ay, tepatnya di dekat sungai kelutan. Jika kalian berkendarai melalui jalan utama ke arah utara maka kalian akan menemukan sebuah warung sederhana dengan lampu philip di tengahnya, di depannya juga ada. Banner bertuliskan Angkringan Mbok Ay sudah jelas terpampang disana. Tempatnya sangatlah strategis untuk berbisnis, kulihat juga warung lalapan ada di seberang jalan itu.
Kami mengobrol tentang banyak hal, tentang game lah, masa depan lah, masalah pertemanan lah. Pokoknya banyak. Ada juga temannya puguh disana, ia sangat supel sekali dengan pelanggan, jadi keramaian di pinggir jalan raya itu mulai membengkak, mungkin terdengar sampai seberang sana.
Puguh dengan khasnya, ia sungguh anak yang tidak banyak bicara. Ting-tong dengan akrabnya membicarakan topik dengan khasnya, Rahma, adik Ting-tong ia juga dengan khasnya berbicara dengan bahasa asing(aku tak tahu bahasanya, jepang mungkin), ia juga sempat menyimak obrolan kami.
"Pokoknya yang autentik" aku mulai memesan kopi
"Iki lho brontoseno, lek pengen autentik" Si Ting-tomg menunjuk kopi bubuk tradisional yang bertuliskan bronto seno di kemasannya.
"Opo kuwi, kopi bubuk. Koyoke nekke mbahku" aku mengadu
"Jarene pengen autentik. Yo kuwi, asli" ungkap Ting-tong menuturi.
Aku hanya mengiyakannya saja, dengan minimnya budaya ngopi aku hanya bisa mengangguk dan menelan mentah-mentah dengan apa yang Ting-tong ucapkan.
"Yowislah, iki ae guh"
Puguh mulai menyodrkan gunting, kemudia mengiris kemasannya.
"Pakai cangkir opo gelas" tanya puguh
Mataku membelalak bingung, di hati kecilku pun juga sama kegatnya. Setahuku kopi itu disajikan pakai gelas, seperti mbahku yang sering membuatnya untukku. Tapi ini ada inovasi seperti membuat kopi di cangkir, pun cangkirnya sebesar kepalan tanganku, sangat mini. Tapi yah, mungkin aku harus sedikit mengenal tren ngopi anak muda sekarang
kurangnya hangout ataupun ngopi membuatku kikuk, tak berdaya melihat terpaan-terpaan budaya baru yang baru saja kuperoleh. Akhirnya aku memutuskan untuk meminum bronto seno yang katanya autentik dan gelas berukuran 6 cm tersebut. Sebenarnya aku ingin juga mencoba kopi pakai cangkir, tapi airnya terlalu kecil. Jadi memakai gelas adalah alternatifnya.
Airnya juga lumayan banyak daripada pakai cangkir yang hanya sejumput itu.
Puguh pun mengolahnya, ia pergi kesamping warung untuk menemui bara api dan secari teko yang dari tadi dipanaskan oleh arang. Warung itu tidak memakai gas, namun dengan traisionalnya mengolah dengan arang, kemudian di kipas. Api pun menyala. Teryata selain tempatnya yang strategis, pembawaan kopinya juga sangat autentik, mengusung tema lama dari tradisi ngopi, memakai alat-alat tradisionall dalam prosesnya, respect.
Sepasang kopi panas disiapkan di meja oleh Puguh. Tingtong pun mulai berbicara
"Iki lho gas, autentik. Jajal cobaken"
Aku menurut, kopi hitam itu sangat menggoda. Aroma bubuknya yang kental membuatku ingin saja menyelami kopi bronto seno tersebut.
"Oke-oke" Aku mulai memegangi gagang kopi itu dan mulai mengecap gelasnya.
"Loh, ojo ngono. Kuwi sek panas. Nggae iki ae" Ting-tong dengan sembarang menyodrkan lepek bundar itu, bahkan tanpa permisi dari pihak warungnya.
Aku pun ikut saja, ntahlah. Ini akal-akalan Ting-tong, tapi tak apalah. Kurasa ada benarnya juga.
"Ngene lo" Ia mulai menuangkan kopi hitam itu ke wadah lepek.
"Autentik banget kan, tak warai ngopi seng pener" ia membanggkan pengetahuannya.
"Nah, barngene di capmur rokok, bar diseruput langsung mebul rokokke" sambungnya
"Ngono lo gas, lek pengen autentik neng kopi" ia menimpali lagi
Aku hanya mengiyakannya saja, lha wong gatau budayanya gimana, daripada mbeleleng mending ikut alur saja, toh nambah pengalaman juga. Akhirnya aku pun menyeruput kopi di wadah lepek itu.
Setelah itu kemi berbincang-bincang mengenai berbagai permasalahan. Kebetulan juga ada sebuah insiden di dekat warung Mbok Ay, sebuah motor menyerempet mobil. Beruntungnya tidak ada korban, hanya saja pemilik mobil tidak terima bahwa mobilnya lecet. Kejadian ini berlangsung 10 menitan, dan pada akhirnya dibubarkan oleh warga setempat karena menghalangi marka jalan yang menyebabkan sedikit kemacetan disana.
Topik silih berganti kemudian kita membahas masa depan.
"Piye gas, panggah neng Nggalek ae?" Ting-tong memulai percakapannya
"Yo ngono tong" Aku menyeruput kopi bronto seno itu dengan gaya lama, mengecap lepek.
"Puguh, Rahma karo aku arep adoh lho. Puguh neng Jakarta, Aku karo Rahma pindah neng Kalimantan"
Aku hanya bergeming, menjadi dewasa ternyata harus menanggung resiko seperti ini, jarak dan waktu kadang-kadang menjadi tantangan sendiri. Mengingat jaman SMP dulu, 3 tahun yang lalu, kami bermain dan bersenda gurau, dan setelah 3 tahun bertemu kami mulai memikirkan apa yang terjadi besok, bukan bermain lagi namun rasa tanggung jawab kami pikul, umur 18 tahun adalah masa peralihan remaja ke dewasa jadi banyak hal yang terjadi, krisis seperempat abad mulai terasa, menjadi-jadi.
"Arep nyandi eneh" aku menjawabnya singkat
"Sesok lek reuninan, mestine awake wes berkeluarga" ucap Ting-tong meramal 5-10 tahun ke depan.
"Dikek-dikean gawe anak piye, pas reunian sok" timpalnya
Kami hanya tertawa pelan, temanku yang satu ini memang unik, ia tahu bagaimana melihat kondisi. Ia juga pintar memainkan perpisahan yang sedih menjadi menyenangakan.
Kami pun mulai menuju topik yang lebih serius tentang pekerjaan. Temanku Puguh mau ke Jakarta, ikut bapaknya. Ia menjadi koki disana, Ting-tong dan Rahma pergi ke Kalimantan
Katanya ia akan bekerja di Tambang emas atau menjadi satpam. Dan adiknya Rahma akan segera dilamar. Jadi semua sudah berasa dewasa. Semua menjadi berubah, tidak seperti pemikiran labil dan kekanakkan masa SMP, kini kami terbawa arus ini. Arus alam yang mengharuskan menjadi seorang yang lebih dewasa.
Setelah membincangkan topik yang lama, kami memutuskan untuk mabar mobile legend. 4 kali pertandingan Puguh selalu menang, mvp berturut-turut. Dan Ting-tong yang selalu memakai hero Angela. Juga temannya Puguh yang supel itu menggunakan hero fighter seperti freya dan balmond. Rahma juga kadang-kadang ikut main.
Jam setengah 11 malam, aku mulai berinisiatif untuk pulang, aku berjanji kepada emakku untuk tidak pulang berlarut-larut. Akhirnya kami berpisah selama 3 jam di Warung Mbok Ay
Semua kejadian ini membuatku sedikit berpikir, sekaligus terharu. Kumpulan bocah labil dengan segala sifat yang dimilkinya kini mulai menemukan kehidupannya masing-masing. Semoga harapan kami terkabul, meski jarak dan waktu memisahkan kita, tetapi aku akan ingat ini. Mungkin tulisan ini akanku perlihatkan kepada kalian. Wahai temanku di masa depan.
Mungki ada diatara kalian sudah mempunyai anak, mungkin diantara kalian juga sudah ada yang sukses membangun usaha sendiri.. Aku sangat yakin kepada kalian semua. Kalian adalah teman yang luar biasa menurutku.
Terimakasih banyak atas semua kenangannya, kalian mengisi hari-hari mudaku dengan gembira, sekali lagi terimakasih
Bagas Ihwaluddin, 3 September 2021.
Posting Komentar untuk "Warung Mbok Ay"